Selasa, 03 Januari 2012

KEARIFAN LOKAL OBYEK WISATA SEBAGAI TONGGAK PERKEMBANGAN PARIWISATA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


Pendahuluan
Wisata merupakan suatu kegiatan manusia dengan cara bepergian ke suatu tempat atau wilayah dengan maksud untuk mengembalikan kondisi pikiran dan jiwanya sesuai dengan keadaan semula. Dalam keadaan seperti ini wisata sering disebut dengan refreshing atau secara bahasa berarti mengembalikan kesegaran. Kegiatan wisata dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan diantaranya yaitu berkunjung ke suatu tempat yang untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuannya atau melakukan hobi lainnya yang dapat mengembalikan kesegaran jiwanya. Namun kenyataannya seseorang dalam melakukan kegiatan wisata memiliki tujuan yang yang berbeda-beda, bisa saja seorang tersebut benar-benar murni ingin refreshing, namun ada juga tujuan berwisata yang lain yaitu bisa sebagai upaya untuk menambah ilmu pengetahuan, melakukan suatu penelitian ataupun sekedar melakukan hobi mereka.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan suatu wilayah yang memiliki keistimewaan daripada daerah lain di Indonesia yaitu satu-satunya daerah di Indonesia yang dipimpin oleh seorang raja. DIY sendiri memiliki nilai historis yang masih melekat dalam ingatan sejarah, yaitu pernah menjadi Ibu Kota Negara pada saat Indonesia genting melawan penjajahan pasca kemerdekaan. Keragaman budaya yang dimiliki DIY pun menambah kekhasan kota gudeg ini sebagai daerah tujuan wisata.
Dalam perkembangan era globalisasi saat ini, kebuthan manusia akan wisata semakin bertambah, terutama pada saat liburan akhir pekan atau libur panjang untk menghilangkan penat setelah rutinitas aktivitas. Oleh karena itu perkembangan pariwisata suatu daerah sangat diperlukan karena bisa menjadi aset penting atau sumber pendapatan bagi daerah tujuan wisata. Hal ini juga berpengaruh terhadap eksistensi suatu daerah di mata daerah lain bahkan di kancah internasional. Apabila suatu daerah memiliki ikon yang berbeda dan masih alami sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung maka daerah tersebut akan semakin masyur dan diakui keberadaannya. Menurut John Naisbitt (Isnaini, 2007) pariwisata menjadi industri terbesar di dunia (the word largest industry) yaitu sekitar delapan persen ekspor barang dan jasa pada umumnya berasal dari pariwisata.
Pariwisata Indonesia
Indonesia merupakan negara yang mempunyai peluang besar untuk menjadi negara daerah tujuan wisata karean eksotika alam dan kekuatan sejarah yang masih meninggalkan jejak, tak luput dari perhatian masyarakat global. Keberagaman budaya serta heterogenitas yang tinggi dari masyarakatnya juga menambah kesemarakan Indonesia di kancah dunia. Pada tahun 2000 Indonesia menempati urutan kedelapan negara yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan, namun kemudian turun ketika para wisatawan takut berkunjung di Indonesia setelah terjadi bom bali  pada tahun 2001 dan munculnya banyak teroris di Indonesia.
Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah membuat pemerintah pusat kebingungan untuk mengatur jalannya pariwisata di Indonesia. Pengelolaan pariwisata yang dahulu terpusat (sentralisasi) menjadi berjalan sendiri-sendiri (desentralisasi) sesuai kemampuan daerah masing-masing. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah pusat memberikan program pengembangan pariwisata melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal dalam rangka pengembangan community-bassed tourism (CBT) yaitu pengembangan pariwisata yang berasumsi bahwa pariwisata tumbuh dari kebutuhan masyarakat sebagai upaya membangun pariwisata yang lebih bermanfaat bagi kebutuhan, inisiatif dan peluang masyarakat lokal bukan sebagai lahan bagi para investor (Isnaini, 2007).
Perkembangan Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta
            DIY merupakn daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali. Pemerintah Provinsi DIY dalam website Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DIY memaparkan berbagai pariwisata yang bisa dinikmati di dalam kawasan Yogyakarta diantaranya adalah wisata budaya, wisata alam, hiburan dan rekreasi, wisata kuliner, wisata belanja dan wisata pendidikan. Wisata budaya DIY meliputi alun-alun selatan, plengkung gading, sumur gumiling, kampung wisata Dipowinatan, Kraton Yogyakarta, Puro Pakualaman, Taman Sari, dan Makam Kota Gedhe. Wisata alam meliputi pantai Glagah, pantai Parangtritis, pantai Kukup, pantai Wedi Ombo,  dan puncak Merapi. Hiburan dan rekreasi meliputi Jogja Java Carnival, Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY), kebun binatang Gembira Loka, dan Purawisata. Wisata Kuliner meliputi Bakmi pentil, wedang secang, roti kolomben, kue moto kebo, kue yangko, kue kipo, gudheg, pusat oleh-oleh kuliner pathok, dan sate sapi di lapangan Karang Kotagedhe. Wisata belanja terdiri dari pasar Beringharjo dan pasar Klitikan. Wisata pendidikan meliputi museum Benteng Vredeburg, museum Sonobudoyo, musium batik dan sulaman, istana kepresidenan Gedung Agung, dll.
Wisata pendidikan memiliki daftar terpanjang dalam daftar pariwisata yang terdapat dalam website Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DIY. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sebuatan DIY sebagai kota pelajar. Dalam daftar yang terdapat dalam website tersebut belum mencakup semua obyek wisata yang ada di DIY, masih banyak lagi tempat-tempat yang menarik dan sangat cocok di jadikan sebagai obyek wisata. Yogyakarta memiliki banyak potensi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengembangkan pariwisata yaitu sebutan masyur yang bermacam-macam dari Yogyakarta. Potensi tersebut sudah ada dan tinggal bagaimana kita mengelolanya untuk menjadi suatu promosi yang menguntungkan diantaranya adalah yogyakarta sebagai kota pendidikan, kota budaya, kota perjuangan, dan kota pariwisata (Agustinus Sutoyo).
Dalam perkembangan kepariwisataan di DIY ada yang sedikit pudar dari makna nilai keramah tamahan yang menjadi ciri khas kota ini. Perkembangan pariwisata lebih menonjolkan apa yang dinamakan materi daripada pelayanan yang optimal dan kenyamanan para wisatawan yang berkunjung. Sebagai contoh yaitu pemaksaan halus para pemandu wisata dalam menyuruh wisatawannya berbelanja demi tips yang lebih dari para pedagang atau kurangnya ramah tamah pedagang terhadap wisatawan dalam menjajakan dagangannya karena sebagian dari pedagang berasal dari luar daerah DIY. Selain itu perkembangan jaman menyebabkan menjamurnya pusat-pusat wisata kuliner waralaba seperti Mc Donald atau Pizza Hut yang bisa menghilangkan warna asli daerah.  Seiring dengan perkembangan waktu yang lambat laun mengikis kekhasan dari DIY pemerintah mulai memperhatikan keberadaan obyek-obyek wisata yang dapat dijadikan daerah tujuan wisata yang lebih populer dari pada yang lain.
Kearifan Lokal dan Perkembangan Pariwisata DIY
            Dalam era globalisasi ini tak akan menjadi asing di telinga kita suatu semboyan “think globally act locally” yang berarti berfikir secara global namun tetap bertindak  sesuai dengan budaya dimana berada, sehingga kita tidak terbang terbawa angin kemajuan yang terkadang bisa menyesatkan. Local wisdom atau kearifan lokal merupakan suatu tidakan bagaimana kita bertidak dan menjalankan segala aktivitas kita sebagai wujud dari kebudayaan yang telah tertanam sejak dahulu.
            Dalam perkembangan pariwisata di DIY perlu di terapkan konsep kearifan lokal untuk tetap melestarikan kebiasaan dan budaya daerah. Kearifan lokal ini perlu ditunjukkan pada setiap obyek wisata yang ada di DIY. Mulai dari corak, cara pengelolaan, cara berinteraksi dan pandangan secara fisik yang kasat mata dapat langsung dilihat oleh wisatawan yang berkunjung.
            Bila dicermati di jalan sekitar malioboro, sudah banyak muncul bangunan yang memudarkan corak Yogyakarta, berdirinya mall maupun hotel yang mengadopsi corak bangunan yang berasal dari luar. Berbeda apabila kita  menengok ke Bali, corak bangunan yang ada di sana sudah dapat menandakan sebuah ciri kebudayaan dan nilai agama yang sangat kental dan masih sangat dihargai sebagai tonggak pembangunan masyarakatnya. Di setiap sudut kota yang bersih tidak akan luput dari pandangan kita nuansa pura-pura yang tersusun apik dengan sesajenan yang beraneka ragam.
            Kerifan lokal di DIY ini juga perlu dibangun dengan menonjolkan sisi ketimuran dan budaya khas Yogyakarta. Hal ini perlu didukung sepenuhnya oleh pemerintah, misalnya dengan cara pembuatan peraturan mengenai kearifan lokal bagi setiap obyek wisata seperti halnya yang terjadi di Bali. Pencanangan nilai, norma, dan budaya yang ada di Yogyakarka harusnya ada disetiap sudut kota ataupun  dalam sebuah obyek wisata
            Corak atau bentuk bangunan, dalam perkembangan pariwisata yang ada di Yogyakarata seharusnya suatu obyek wisata tidak luput dengan hal ini yaitu corak bangunan yang mengindikasikan bahwa seorang wisatawan sedang berada di Yogyakarta. Bentuk bangunan bisa dimulai dari bentuk rumah joglo, dengan ukiran khas Yogyakarta dan dibumbui  ornamen lain yang mendukung. Dimulai dari bentuk bangunan tersebut kita bisa langsung melihat wajah khas Yogyakarta yang nanti tidak akan terlupa dalam benak para wisatawan. Apalagi jika tata kota yang sudah tersusun dipenuhi dengan nuansa klasik Yogyakarta yaitu becak sepeda dan andong.
            Nilai dan Norma Keramahtamahan, sudah menjadi ciri juga bahwa orang Jogja itu ramah-ramah begitulah orang lain daerah menilai. Tentunya kita tidak mau melihat kekecewaan diwajah mereka ketika berkunjung ke DIY. Misalnya saja kita melangkah ke pasar Beringharjo, sisi komersialisme sangat mencolok disini, seorang penjual jajanan cenil yang mau diajak berfoto aja minta bayaran. Bagaimana bisa kita menjumpai nilai semanak dalam kajian ini. Walaupun tidak semua orang yang mengelola obyek wisata atau orang yang berada di dalamnya itu bertindak bertolak belakang dengan nilai dan norma, namun apabila seorang wisatawan melihat sisi tersebut bisa menilai bahwa mereka telah tertipu. Selain itu pedagang yang berada di kawasan emperan toko sepanjang malioboro juga sering memaksakan barang dagangannya kepada para pembeli. Pernah suatu hari saya berjalan di lingkungan malioboro bersama teman saya, dia iseng menanyakan harga sebuah tas unik yang berasal dari kerajinan. Ia hanya bermaksud untuk menanyakan harganya tidak bermaksud membelinya, dari situ pedagang yang berjualan tas ini kesal dan mengeluarkan umpatan kasar.
Kesimpulan
            Perkembangan pariwisata di DIY perlu memperhatikan kearifan lokal yang berakar dari tradisi turun temurun masyarakat Yogyakarta. Pembangunan obyek wisata yang dapat mengantarkan DIY sebagai daerah tujuan wisata yang masyur dan bernilai tinggi haruslah meampilkan corak kearifan lokal DIY. Corak Bangunan secara fisik yang ada di setiap obyek wisata DIY seharusnya mengadopsi dari suatu ciri khas arsitektur asli Jogja. Selain itu nilai, norma dan budaya DIY harus lah nampak dalam setiap kajian obyek wisata. Dengan demikian, perkembangan obyek wisata yang mempertahankan kearifan lokal kota Yogyakarta akan berpengaruh pada perkembangan pariwisata Yogyakarta. Selain itu pendapatan asli daerah yang berasal dari pariwisata akan semakin bertambah dan kelestarian kebudayaan dan nilai masyarakat DIY akan tetap terjaga dengan baik.

Sumber Bacaan :
Agustinus Suyoto.Pengembanga Pariwisata di Yogyakarta dengan Memperhatikan Kelestarian Budaya. agusyoto.files.wordpress.com diunduh pada 21 Desember 2011.
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya DIY.2011.pariwisata.jogja.go.id diunduh pada 21 Desember 2011.
Isnaini Mualisin.2007.Model Pengembangan Pariwisata Berbasis     Masyarakat di Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian Bappeda DIY         no. 2, Desember 2007 hal. 5-14.

1 komentar:

valenshaobray mengatakan...

Betfair Casino, Newmarket, QLD - Mapyro
Welcome 경주 출장안마 to 순천 출장안마 Betfair Casino. With more 의왕 출장샵 than 3000 games you can choose from, you're always guaranteed a profit. 거제 출장샵 Click 양주 출장샵 here to get started!

Posting Komentar